Fragmen Matamu
(kawan.. ini adalah salah satu contoh karya dari sahabat kita, Bang Qur)
MATAMU (1)
kubuka pintu matamu yang lama mengatup tertutup berbantal gores di dua sisinya, sebagai daun di jantungmu, akulah hijau penampang musim yang apung dan terkurung. Kau belum menjadi mayat kenangan, sebentar tertanam di dahan hidup tak bertuan. Saat kulihat perlahan matamu membandang, galaumu membanting simpang tak berbilang. Ah, aku yang lusuh hanya membawa selembar ombak, sepasang embun dan beberapa buah malam buatmu--dijaga matamu ada cerita belum tuntas, dan tak kuizin kau menenggelami ucap tengah bising, biar apa yang kuingat kutulis kembali di latar menjelang pagi. Kau duduk, merunduk di samping kacakaca, hampir kupastikan ketaksadaranmu akan kedatanganmu sebelum tikung lupamu kau pindai, 'kau?'
'ya aku!'
'hujan itu?'
hampir kau berlari menubruk ombak yang kau kira hujan. kursi disini meratap remang bulan setengah tiang, tetap menjadi lupa akan singgah dahulu. Aku luput, kau menginginkan hujan yang membanjiri gubukmu.
'pulang saja, aku sudah tak bisa bicara. Aku Bisu!
Tameran, 180910
Qur'anul Hidayat Idris
MATAMU (2)
sesaat bulan di depan membendung kiri-kanan jalan, sempit memetak siangmu yang tak pernah lagi datang mengunci di dua rakaat pesujudan waktu. Kenapa enggan bicara? Bukankah lewat sayatan kelopak matahari, pelarian angin ke lembah, turunnya todak ke kotak pesut sampai pengitaran malammalam(mu), jadi tanda terang bagiku--kau tak lagi tahan berkawan sepi, di langit kau titip salam padaku. Apa semua keliru? Kenapa bukan penyambutan yang membentang, malah kau bisukan kebisuan hingga remuk bisu tertahan. 'aku bisu' katamu, ini terang omong kosong, munafik, ini gila. Telah ku cancel semua pesanan menebang rindurindu Tuhan, telah kunafikan siangku agar tetap malam
ini gila, ini munafik
ini gila
Tameran, 180910
QHI
MATAMU (3)
Prolog keterlambatan
kau gadis penuh bunga, suka mengintip peluh hujan dari balik gelombang badai, saat matamata masuk, selimut senyummu banjir, di kamar kau berenang, mencebur sampai hujan benarbenar tinggal sepotong. Kau gadis penuh bunga, air hujan di kamarmu memupuk tumbuh, dagingdaging menjamak dan lentik jarinya pandai memolesi rambut dengan ciuman dan mengajarimu menulis tentang kicau burung gereja yang hinggapi genteng, sebenarnya kau tahu tentang burungburung yang berbulu merak, kau tahu. Tapi tubuhmu terlalu reka untuk sekedar ingat warna balik sisi pintu kamar. Kau mulai menjadi gadis kembang, semua jenis bunga bergulingguling di badanmu, kau masih setia suka menulis tentang burung. Hujan adalah mainan sejak kau tahu kapan bulubulu di sekitar lehermu mengkilat, membuat iri nyamuk betina yang lewat. Kau tak perduli! Bagimu hidup adalah baginya hujan, sampai di suatu malam hujan datang membawa bunga yang bukan dari jenis tubuhmu, lalu menyatakan pinangan.
kau, gadis bunga yang dimiliki hujan
Tameran, Bengkalis180910
Qur’anul Hidayat Idris
MATAMU (4)
epilog hujan
sejak kapan hujan jatuh cinta pada matamu? Padahal ia punya miliaran matamata bening di tubuh dan menalam sesuara janggal kesunyian. kenapa sunyimu? hanya milik gadis kelopak bunga yang tak mengenal nama rindu, cinta dan sejenisnya. O, pantas hujan sering datang akhirakhir ini, ia kerap beradu mulut sampai berkelahi dengan terik yang hendak mengambil giliran jaga. O, pantas seluruh kota jadi berlumut dan licin bahkan beberapa desa tenggelam sisakan atap rumah. Ah hujan di kamarmu tengah membuat bukti sejarah rupanya. Ia bercitacita menikahi dan membawamu ke suatu tempat yang ada hanya kau dan-hujan. Kau percaya, sebab hujan telah membuat senyum singgahi bibirmu, tak kau hiraukan lagi perkara makanmu, hujan telah membuatmu menjadi gadis berkelopak bunga ganda. Menawan entah sampai pada saat berapa!
Kau, hujan yang punya
Tameran, 180910
QHI
sumber gambar: klik di sini

0 komentar:
Posting Komentar